Sejarah Desa

Sejarah mempunyai nilai yang sangat tinggi bagi generasi muda guna mendapatkan bahan pengetahuan yang mengarah pada pertumbuhan kehidupan yang kokoh dalam mengisi pembangunan. Wilayah Desa Blahkiuh sekitar abad XVII masih merupakan hutan belantara yang kemudian dirabas untuk dijadikan daerah pemukiman. Pada saat itu wilayah Desa Blahkiuh berada dibawah kekuasaan kerajaan Mengwi. Dalam babad Mengwi disebutkan : “Kunang I Gusti Pacung akad twam ring Singosari, sinungan wadwa hulungatus”.

 

44a) Terjemahan : “Gusti Putu Pacung diangkat menjadi raja Singasari, diberi rakyat 800 (delapan ratus) orang. Rupanya nama wilayah Desa Blahkiuh dahulunya bernama Singasari dengan rajanya bernama I Gusti Putu Pacung, yang berasal dari kerajaan Mengwi, beliau bukan putra mahkota Mengwi, melainkan putra dari Cokorda Sakti Blambangan, yaitu I Gusti Putu Agung dari hasil perkawinannya dengan seorang putri dari keluarga I Gusti Ngurah Pacung raja Payangan.I Gusti Putu Pacung mempunyai dua orang putra yakni yang pertama bernama I Gusti Agung Singasari dan putra kedua bernama I Gusti Agung Ngurah. Setelah I Gusti Putu Pacung meninggal, sebagai penggantinya adalah putra pertama beliau yang bernama I Gusti Agung Singasari. Sedangkan Gusti Agung diserahi tugas untuk menjalankan pemerintahan di Selat dan Gerana. Pada masa pemerintahan I Gusti Agung Singasari timbul peperangan dalam memperebutkan kekuasaan, salah satu peperangan tersebut adalah perang antara Gusti Ngurah Pacung raja dari Payangan dengan Cokorda Anom dari kerajaan Guliang.

Pada peperangan tersebut melibatkan raja Singasari yang bernama I Gusti Agung Singasari yang membantu kerajaan Payangan, karena raja Payangan adalah pamannya sendiri, seperti diceritakan dalam babad Mengwi, Bahwa :

Cokorda Anom ring Guliang aperang lan I Gusti Ngurah Pacung ring Payangan, tinulung de I Gusti Agung Singasari, apan I Gusti Ngurah Pacung paman ira, iniring de I Gusti Ngurah Dawuh nata ring Abiansemal, rame nikang yudha,” (64a).

Terjemahannya kurang lebih : “Cokorda Anom dari Guliang bertempur melawan I Gusti Ngurah Pacung dari Payangan yang dibantu oleh I Gusti Agung Singasari karena beliau adalah pamannya, diikuti oleh I Gusti Ngurah Dawuh di Abiansemal dan pertempuran itu sangat ramai”.

Berdasarka bukti-bukti ( penjelasan ) diatas jelaslah bahwa keterlibatan raja Singasari dalam peperangan itu hanya semata-mata karena ingin membantu pamannya sendiri yaitu I Gusti Ngurah Pacung yang diserang oleh Cokorda Anom. Dalam peperangan ini I Gusti Agung Singasari beserta prajuritnya dibantu oleh I Gusti Ngurah Dawuh, penguasa wilayah Abiansemal. Walaupun Raja Payangan dibantu oleh raja Singasari dan penguasa wilayah Abiansemal, dapat juga dikalahkan dan mudur sampai ke Desa Bukian Payangan. Sedangkan I Gusti Ngurah Pacung mundur ke Carangsari. Mengetahui keadaan yang kurang menguntungkan I Gusti Ngurah Dawuh meninggalkan medan pertempuran, dan kembali ke Abiansemal. Dalam perjalanan pulang I Gusti Ngurah Dawuh istirahat di Desa Mambal, yang diperintahkan oleh Cokorda Tapesan, kemudian sama-sama memerangi Singasari. Pada saat Singasari dalam keadaan kosong, karena sebagian besar penduduknya ada di Payangan untuk membantu raja Payangan I Gusti Ngurah Pacung, kesempatan ini dipergunakan oleh I Gusti Ngurah Dawuh menyerang Singasari.

Dalam babad Mengwi disebutkan :

“ I Gusti Ngurah Dawuh apandengan ring Cokorda Tapesan, angrejek pun nira I Gusti Agung ring Singosari, rikala nira I Gusti Agung Singasari sedeng alga”

terjemahannya : 

I Gusti Ngurah Dawuh beristirahat pada Cokorda Tapesan, selanjutnya bersama-sama memerangi Singasari, ritatkala I Gusti Agung Singasari sedang bertempuh Ada bukti lain yang memperkuat bahwa I Gusti Ngurah Dawuh menyerang Singasari yang menyebutkan :

“I Gusti Agung Singasari dihianati oleh tetangganya I Gusti Ngurah Dawuh menyerang Singasari”.

Pertempuran terjadi secara tidak seimbang karena kekuatan Singasari terpecah.

Akhirnya permaisuri dan seluruh kerabat istana serta rakyat Singasari bertempur habis-habisan menghadapi prajurit I Gusti Ngurah Dawuh, di perbatasan Singasari dan Abiansemal. Akibatnya semua keluarga Raja Singasari gugur dalam membela keraton, hal ini diperjelas dalam babad Mengwi, disebutukan bahwa :

“Telas brana sariyamarahan, mwah shanningwong kari subakti ring puri I Gusti Agung Singosari, tan tumut aprang ring payangan, telas pinunasan takening stri nira, mekadi rabi mwang putreng Singasari telas pinejahan.”

Terjemahannya

“Habis semua seisi puri dirampas, semua orang yang hormat dan setia kepada I Gusti Ngurah Agung Singasari yang tidak ikut berperang ke Payangan habis dibunuh sampai istri serta putra-putra Singasari kesemuanya meninggal.”

Disebutkan juga dalam babad Mengwi, sebagai berikut :

“Asahang tiang wangke ring kiduling puri Singosari ikang matang yang miranan sasahan.”

Terjemahan :

“Bergelimang mayat disebelah selatan puri Singasari, itulah sebabnya tempat itu diberi nama sasahan”.

Berdasarkan uraian diatas dan melihat lokasi dari pada Tegal Sasahan sekarang, dapat diperkirakan bahwa lokasi dari pada Puri Singasari dahulu adalah disebelah barat pasar Blahkiuh yang sekarang tepatnya disebelah timur Sekolah Dasar Negeri 1 dan 2 Blahkiuh sekarang diperkuat dengan adanya Grya Gede ( Brahmana Mas ) yang menurut I Gusti Ketut Kaler adalah sebagai Bhagawanta Kerajaan Singasari.

Gugurnya I Gusti Singasari menyebabkan terjadinya kekosongan kepemimpinan di Singasari. Kemudian kerajaan Singasari diserahkan kepada I Gusti Ngurah Agung ( adik I Gusti Agung Singasari ) yang dahulunya diserahi wilayah di Selat dan Gerana, tetapi beliau tidak mau pindah ke Singasari, bahkan beliau membuat desa baru di Carangsari yang dianggap merupakang cabang (carang) dari Singasari. I Gusti Agung Ngurah kemudian mengganti nama Singasari menjadi Blahkiuh.

Disebutkan dalam babad Mengwi :

“Kunang Singasari ika sinalianan aran, inaranin Balikyuh, hana ta sanaka Cokorda Tapesan ring Mambal apatra Cokorda Sukun, laju macekin apuri ring Sangeh, tan sah ameseh lan I Gusti Agung Ngurah”Terjemahan :

“Lagi pula Singasari diubah namanya menjadi Balikyuh, ada keluarga Cokorda Tapesan di Mambal bernama Cokorda Sukun menjadi penguasa Sangeh, seterusnya bermusuhan dengan I Gusti Ngurah”. Terjadinya permusuhan dengan penguasa Sangeh menyebabkan meningkatkan kekacauan di Balikyuh, hal ini dimuat dalam naskah yang disusun oleh I Gusti Ketut Kaler yang menyebutkan bahwa :

“Jagat Singasari raris kawastanin sima balakewuh, kehanannya harohara keduskretan kadi pitik tanpa ina”

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan nama dihubungkan dengan kepemimpinan yang merupakal simbol saja, yakni tidak adanya pemimpin yang definitive berkedudukan di Blahkiuh. Sehingga mengkibatkan rakyat susah (kewuh), sebutan berlangsung lama. Lama kelamaan lumrah menjadi Blahkiuh .

Letak Geografi Desa Blahkiuh\nBlahkiuh yang sebelumnya bernama Singasari, berada dibawah kekuasaan Mengwi. Sedangkan sekarang Desa Blahkiuh menjadi desa administratif yang berada dilingkungan wilayah Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Desa Blahkiuh pada umumnya terdiri dari daratan rendah dengan ketinggian lebih kurang 200 meter diatas permukaan laut, dengan wilayah 5,69 kilo meter persegi (km2). Keadaan tanahnya subur merupakan tanah lempung berpasir serta cocok untuk perkebunan dan pertanian yang sangat menunjang kehidupan masyarakat Blahkiuh.

Pada masa keemasan Carangsari, wilayah Desa Blahkiuh, terdiri 7 banjar, yaitu : Banjar Pikah, Banjar Benehkawan, Banjar Tengah, Banjar Delod Pasar, Banjar Kembangsari, Banjar Ulapan I dan Banjar Ulapan II. Adapun batasan-batasannya adalah :

a. Di sebelah utara : Persawahan subak Sangeh dan Desa Selat

b. Di sebelah timur : Desa Punggul dan Tukad Yeh Adeng

c. Di sebelah selatan : Desa Abiansemal

d. Di sebelah barat : Tukad Teh Penet dan Desa Ayunan.

e.Desa Blahkiuh diapit oleh dua buah sungai kecil yakni Sungai Penet di sebelah barat dan sungai Yeh Adeng di sebelah timur.

Berdasarkan data yang diperoleh di kantor Kepala Desa Blahkiuh luas darah Desa Blahkiuh sekarang 4,07 km2. Desa Adat Punggul menjadi desa dinas baru dengan dikepalai oleh seorang Perbekel/Kepala Desa. Desa Blahkiuh merupakan ibu kota Kecamatan Abiansemal, berjarak 17 km dari ibu kota kabupaten Badung ke utara dengan kondisi jalan yang sudah diaspal. Desa Blahkiuh dipimpin oleh seorang Kepala Desa dan di bantu oleh beberapa pegawai/staf, seperti ; Sekretaris Desa, Kepala Urusan, Kepala Dusun/Banjar. Dalam menyusun program dan pelaksanaan pembangunan Kepala Desa dibantu oleh LKMD inilah banyak terdapat seksi-seksi antara lain: Seksi Olahraga, Seksi Pembangunan Fisik, Seksi Kesejahteraan, Seksi kesenian, dan lain-lainnya sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa yang ada.

Untuk memudahkan jalannya pemerintah desa, maka Desa Blahkiuh dibagi menjadi 7 (tujuh) Dusun Dinas menurut UU Nomor 5 Tahun 1979, sedangkan menurut Perda nomor 06 tahun 1986 menjadi 7 banjar, karena dusun sekaligus menjadi banjar. Dusun/banjar tersebut adalah :

1) Dusun/banjar Ulapan I

2) Dusun/banjar Ulapan II

3) Dusun/banjar Kembangsari

4) Dusun/banjar Dlodpasar

5) Dusun/banjar Tengah

6) Dusun/banjar Benehkawan

7) Dusun/banjar Pikah

Desa Blahkiuh yang terdiri dari 7 (tujuh) dusun diatas dibagi menjadi 2 (dua) desa adat, yaitu :

1) Desa Adat Blahkiuh

2) Desa Adat Pikah

Desa Adat Pikah hanya terdiri dari 1 (satu) banjar adat Pikah sedangkan Desa Adat Blahkiuh dibagi menjadi 7 (tujuh) banjar adat, yang mana banjar adat berada diluar desa dinas Blahkiuh, yaitu Banjar Adat Pacung yang berada di wilayah Desa Dinas Sangeh. Adapun 6 (enam) banjar adat lainnya yang berada di Desa Blahkiuh, adalah :

1) Banjar Adat Benehkawan

2) Banjar Adat Tengah

3) Banjar Adat Dlodpasar

4) Banjar Adat Kembangsari

5) Banjar Adat Ulapan I

6) Banjar Adat Ulapan II Desa adat Blahkiuh mempunyai 5 (lima) buah setra/kuburan, yaitu :

1) Kuburan Gede Blahkiuh

2) Kuburan Kembengan

3) Kuburan Pikah

4) Kuburan Mati (tidak berfungsi lagi)

5) Kuburan Pacung Gerana

Desa Adat Blahkiuh mempunyai Kayangan Tiga, yaitu : Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem. Selain pura-pura tersebut, masih banyak pura-pura lainnya yang terbesar di Desa Blahkiuh, antara lain pura-pura pemaksan seperti Pura Dalem Swargan, Pura Dalem Pancer, dan Pura Majapahit. Pura-pura tersebut berfungsi sebagai tempat suci dan pada pura-pura inilah masyarakat Blahkiuh melakukan persembahyangan sebagai bukti dan bhakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.